1. Model Etika Bisnis
1. 1 Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan
tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika
bisnis.
Contoh : Mendapatkan kayu secara ilegal. Beberapa perusahaan yang sengaja
membakar hutan tersebut sebenarnya adalah Perusahaan yang telah melakukan
pencurian kayu, sehingga untuk menghilangkan jejaknya mereka melakukan
penebangan hutan secara sengaja. Hal ini dibuktikan dengan melihat tunggal
pohon bekas potongan gergaji mesin.
1.2. Amoral Manajemen
Ada 2 jenis
lain manajemen tipe amoral ini, yaitu:
·
Manajemen
yang dikenal tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager).
·
Tipe Manajer
yang sengaja berbuat amoral Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada
aturan dan etika yang harus jalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar
etika tersebut, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka misalnya
ingin melakukan efisiensi dan lain-lain.
Contoh : Kasus Lapindo Brantas Inc. (LBI). Akibat kecerobohan yang
dilakukan pihak manajemen LBI, hingga saat ini semburan lumpur masih
berlangsung hingga saat ini sehingga menggenangi ruas jalan dan pemukiman
penduduk. Beberapa prosedur yang dilanggar LBI antara lain:
1. LBI tidak
mengindahkan Surat Edaran Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1462/20/DJP/1996, yaitu salah satu syarat pemberian Kuasa Pertambangan (KP)
eksplorasi atau eksploitasi, LBI selaku pemegang KP harus melakukan mekanisme
Pengumuman Setempat (PS) untuk melindungi kepentingan sosial rakyat setempat
dimana usaha pertambangan dilakukan.
2. LBI tidak
mengindahkan PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. LBI tidak mengindahkan Pasal
33 ayat 1, Pasal 7 ayat 1.
3. LBI sengaja
melanggar prosedur utama sebagai standar operasional pengeboran minyak dan gas.
LBI sengaja tidak memasang selubung bor.
1.3. Moral Manajemen
Nilai-nilai
etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk
perilaku dan aktivitas bisnisnya.
Contoh : Contoh kasus enron & KAP Arthur Anderse. Enron, suatu
perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di
Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan
meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron
diketahui terjadinya perilaku moral hazard (perilaku jahat) : diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS
padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan
keinginan perusahaan agar saham tetap diminati para investor, kasus memalukan
ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden
Amerika Serikat.
2. Sumber
Nilai Etika
2.1 Agama
Bermula dari buku Max Weber The
Protestant Ethic and Spirit of Capitalism menjadi tegak awal keyakinan orang
adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau antara penerapan
ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar,
atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan
ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran
dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika
ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam
termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
Etika bisnis menurut ajaran Islam
digali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika bisnis
dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity), Keseimbangan
(Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab (Responsibility). Etika
bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan,
sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat
kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan
dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat
bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masing tinggal
bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga
dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi disbanding rekan-rekannya yang muda.
2.2 Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan
budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara. Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai,
aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu
dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu
komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang
diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati
atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan.
2.3 Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai etika
yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah
ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang
diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih dari
2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik
yang bersumber dari berbagai pemikiran para filsuf-filsuf saat ini. Ajaran ini
terus berkembang dari tahun ke tahun.
Di Negara barat, ajaran filosofi
yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abad ke 7
diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada untuk
suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam
mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai
seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan
kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa
kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi
seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. “Kenalilah dirimu” dia yang
memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih tinggi daripada hukum manusia.
2.4 Hukum
Adalah perangkat aturan-aturan yang
dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan
dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan
masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila
kita berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan
pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum
dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.
3. Leadership (Tokoh Pemimpin di Bidang Bisnis)
Chairul Tanjung menyatakan bahwa
dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan adalah hal yang penting. Selain
itu memiliki rekanan yang baik sangat diperlukan. Membangun relasi pun bukan
hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum
terkenal sekalipun. Baginya, pertemanan yang baik akan membantu proses
berkembangnya bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus
maka jejaring bisa diandalkan.
Dalam hal investasi, Chairul Tanjung
memiliki idealisme bahwa perusahaan lokalpun bisa menjadi perusahaan yang bisa
bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri
untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri.
Menurutnya modal memang penting
dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Namun kemauan dan kerja keras,
merupakan hal paling pokok yang harus dimiliki seseorang yang ingin sukses.
Baginya mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Dimana membangun
kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas.
Dalam bisnis, Chairul menyatakan
bahwa generasi muda sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu
persatu. Menurutnya membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak
tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai
banyak yang mengambil jalan seketika, karena dalam dunia usaha kesabaran adalah
salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial
4.1 Strategi dan Performasi
Pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah
aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Fungsi yang penting dari sebuah manajemen
adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat
perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa
harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan
yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin
dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi
perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh
kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang
jujur.
4.2 Karakter Individu
Merupakan suatu proses psikologi
yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang
dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal
(interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu. Perjalanan
hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam
menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu
ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja
atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan
kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk
perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh
budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya.
4.3 Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara, budaya
organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan
norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku
bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal.
Budaya organisasi juga berkaitan
dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan
tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak.
Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja
yang lebih bersifat evaluatif.